Pra-sejarah
Tapak Suci telah dimulai sejak lahirnya seorang putera dari KH. Syuhada, yang bernama Ibrahim, pada tahun 1872 di Banjarnegara (Jawa Tengah). Di usia remaja Ibrahim telah belajar pencak, dan kelak pemuda Ibrahim dikenal sebagai pemuda yang aktif menggunakan ilmu pencaknya itu untuk menentang penjajahan Belanda, kerap mengganggu dan melakukan perlawanan terhadap tentara Belanda. Hal ini membuatnya kerap menjadi buronan Belanda.
Dalam statusnya yang sering menjadi buronan Belanda, Ibrahim kerap berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya. Selain bersembunyi dari kejaran pihak Belanda, Ibrahim juga mendalami dan mengasah ilmu pencaknya.Tersebutlah dalam riwayat beliau sempat singgah keBatavia, dititip pada seorang kerabatnya disana. Namun di Batavia Ibrahim juga sering membuat onar terhadap Belanda, hingga akhirnya beliau berangkat ke Tanah Suci.
Setelah menikah dengan puteri KH. Ali, Ibrahim kemudian mendirikan Pondok Pesantren Binorong di Banjarnegara. Sepulang dari ibadah haji, Ibrahim berganti nama menjadi KH. Busyro Syuhada. Adapun kelak kemudian Pondok Pesantren Binorong semakin berkembang pesat,. Diantara santri-santrinya antara lain : Achyat (H. Burhan) adik misan Ibrahim, M. Yasin (Abu Amar Syuhada) adik kandung, dan Sudirman. Sudirman kelak berkarir dalam dunia milter, dikenal sebagai Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Kasegu
Nama Kasegu diambil dari Segu atau Kasegu, yaitu senjata khas yang berlafadz "MUHAMMAD", diciptakan oleh Pendekar Moh. Barrie Irsyad. Selanjutnya Segu menjadi senjata khas Perguruan TAPAK SUCI. Kasegu juga bermakna "KAuman SErba GUna". Pada selanjutnya ada orang yang menyebutnya sebagai Kasegu Badai Selatan (mengingat operasionalnya berpusat di bagian selatan Kauman).
Selanjutnya, dalam angkatan ketujuh ini tercatat antara lain:
Tahun-tahun 1960-an kita ketahui bahwa gerakan komunis di Indonesia telah semakin menjadi-jadi di seluruh pelosok negeri. Mereka mengintimidasi kaum Muslim dan menggerogoti kesatuan Bangsa. Hal ini terjadi juga di Kauman. Tak sedikit anak-anak Kauman yang diganggu, sekalipun Kauman sudah menjadi perkampungan Muslim. Maka kehadiran Tapak Suci memberi rasa aman bagi kaum Muslim di situ. Masa-masa awal ini adalah masa-masa perlawanan terhadap gerakan Komunis yang terampil dalam mengintimidasi, menfitnah, dan merusak.
Tapak Suci telah dimulai sejak lahirnya seorang putera dari KH. Syuhada, yang bernama Ibrahim, pada tahun 1872 di Banjarnegara (Jawa Tengah). Di usia remaja Ibrahim telah belajar pencak, dan kelak pemuda Ibrahim dikenal sebagai pemuda yang aktif menggunakan ilmu pencaknya itu untuk menentang penjajahan Belanda, kerap mengganggu dan melakukan perlawanan terhadap tentara Belanda. Hal ini membuatnya kerap menjadi buronan Belanda.
Dalam statusnya yang sering menjadi buronan Belanda, Ibrahim kerap berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya. Selain bersembunyi dari kejaran pihak Belanda, Ibrahim juga mendalami dan mengasah ilmu pencaknya.Tersebutlah dalam riwayat beliau sempat singgah keBatavia, dititip pada seorang kerabatnya disana. Namun di Batavia Ibrahim juga sering membuat onar terhadap Belanda, hingga akhirnya beliau berangkat ke Tanah Suci.
Setelah menikah dengan puteri KH. Ali, Ibrahim kemudian mendirikan Pondok Pesantren Binorong di Banjarnegara. Sepulang dari ibadah haji, Ibrahim berganti nama menjadi KH. Busyro Syuhada. Adapun kelak kemudian Pondok Pesantren Binorong semakin berkembang pesat,. Diantara santri-santrinya antara lain : Achyat (H. Burhan) adik misan Ibrahim, M. Yasin (Abu Amar Syuhada) adik kandung, dan Sudirman. Sudirman kelak berkarir dalam dunia milter, dikenal sebagai Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Sekitar
tahun 1921 dalam konferensi Pemuda Muhammadiyah di Yogyakarta, KH.
Busyro bertemu pertama kali dengan dua kakak beradik; A. Dimyati dan M.
Wahib. Diawali dengan adu kaweruh antara M. Wahib dengan H. Burhan,
selanjutnya A. Dimyati dan M. Wahib mengangkat KH. Busyro sebagai guru.
A.
Dimyati dan M.Wahib berguru pencak kepada KH.Busyro di Binorong,
Banjarnegara. KH. Busyro lebih terkenal menguasai ilmu pencak inti,
sedangkan H. Burhan lebih terkenal menguasai ilmu pencak ragawi. Menurut
riwayat, kedua kakak beradik A.Dimyati dan M.Wahib belajar selama lima hari untuk menguasai 15 Jurus, dan 5 Kembangan. Selanjutnya A.Dimyati dan M.Wahib kembali ke Yogyakarta, diikuti oleh KH.Busyro dan H.Burhan yang pindah ke Yogyakarta.
Dalam kondisi demikian, masyarakat lingkungannya menyebut mereka
sebagai Pendekar Pencak. Seiring dengan berpindahnya KH. Busyro ke
Kauman,Yogyakarta,
aliran Banjaran--yang pada awalnya dikembangkan melalui Pondok
Pesantren Binorong--akhirnya untuk sementara waktu berpusat ke Kauman.
Pendekar A.Dimyati sifatnya pendiam dan cenderung tertutup, sedangkan M.Wahib sifatnya cenderung agresif dan terbuka. Pembawaan A.Dimyati lebih mirip dengan pembawaan H.Burhan. Sedangkan pembawaan M.Wahib dikatakan lebih mirip pembawaan gurunya, KH.Busyro. Untuk itu lebih menonjol nama M.Wahib daripada A.Dimyati. Sedangkan A.Dimyati yang banyak dikatakan ilmunya lebih tangguh dari adiknya, namun karena pendiam dan tertutup maka tidak kejadian yang dicatat.
Pendekar A.Dimyati sifatnya pendiam dan cenderung tertutup, sedangkan M.Wahib sifatnya cenderung agresif dan terbuka. Pembawaan A.Dimyati lebih mirip dengan pembawaan H.Burhan. Sedangkan pembawaan M.Wahib dikatakan lebih mirip pembawaan gurunya, KH.Busyro. Untuk itu lebih menonjol nama M.Wahib daripada A.Dimyati. Sedangkan A.Dimyati yang banyak dikatakan ilmunya lebih tangguh dari adiknya, namun karena pendiam dan tertutup maka tidak kejadian yang dicatat.
Karena
sifat kedua kakak beradik yang berbeda ini, sering mengakibatkan
keduanya terlibat bentrok, termasuk dalam hal adu kaweruh. KH.Busyro
memahami karakter kedua kakak beradik ini. Sekalipun berbeda, menurut
beliau keduanya sama-sama memiliki bakat pencak yang tinggi.
Melihat hal demikian KH.Busyro Syuhada menunjuk Pendekar A.Dimyati untuk berkelana ke arah barat, sebagaimana yang pernah dijalani oleh Pendekar KH.Busyro. Sesuai dengan tradisi yang berlaku bahwa Pendekar A.Dimyati yang sudah mengangkat guru kepada KH.Busyro tidak boleh berguru kepada guru pencak lainnya.Untuk itu dalam berkelana ini yang dilakukan adalah "adu kaweruh". Diriwayatkan bahwa Pendekar A.Dimyati berhasil menguasai ilmu Cikalong-Cimande, dan Cibarosa.
Melihat hal demikian KH.Busyro Syuhada menunjuk Pendekar A.Dimyati untuk berkelana ke arah barat, sebagaimana yang pernah dijalani oleh Pendekar KH.Busyro. Sesuai dengan tradisi yang berlaku bahwa Pendekar A.Dimyati yang sudah mengangkat guru kepada KH.Busyro tidak boleh berguru kepada guru pencak lainnya.Untuk itu dalam berkelana ini yang dilakukan adalah "adu kaweruh". Diriwayatkan bahwa Pendekar A.Dimyati berhasil menguasai ilmu Cikalong-Cimande, dan Cibarosa.
Adapun
KH.Busyro menunjuk M.Wahib untuk berkelana ke arah timur, hingga
beberapa tempat sempat disinggahi oleh Pendekar M.Wahib, antara lain
Bawean dan Madura. Karena sifatnya yang agresif dan terbuka dari
Pendekar M.Wahib, maka "adu kaweruh" diartikan dengan berkelahi,
menguji ilmu dengan pendekar-pendekar yang mengklaim dirinya sebagai
pendekar sakti. Menurut kisah yang diceritakan oleh M.Wahib:
"Kemana-mana saya naik turun panggung (gelanggang) untuk tarung pencak
untuk mendapatkan uang (menang), kalau diperlukan saya memakai senjata
handuk dan sepotong besi sejengkal berlafal Alif".
Setelah pengembaraan Pendekar A.Dimyati ke barat, dan pengembaraan Pendekar M.Wahib ke timur, keduanya kembali ke Yogyakarta. Kebiasaan mencari lawan tanding Pendekar M.Wahib diarahkan kepada anak-anak Belanda ataupun tentara Belanda.
Cikauman
Setelah pengembaraan Pendekar A.Dimyati ke barat, dan pengembaraan Pendekar M.Wahib ke timur, keduanya kembali ke Yogyakarta. Kebiasaan mencari lawan tanding Pendekar M.Wahib diarahkan kepada anak-anak Belanda ataupun tentara Belanda.
Pada
tahun 1925, bertempat di lingkungan Kauman Tengah, atas restu Pendekar
Besar KH. Busyro, A.Dimyati dan M.Wahib membuka latihan pencak.
Diriwayatkan puluhan murid ikut berlatih. Pada saat inilah Pendekar
M.Wahib menyatakan CIKAUMAN adalah satu-satunya pencak yang ada di
KAUMAN. Penamaan aliran ini sebagaimana menunjuk nama satu tempat
sebagai nama aliran. Adapun penyebutan aliran Cikauman ini mengandung
pengertian sebagai aliran Banjaran-Kauman, dengan makna bahwa aliran ini
merupakan kelanjutan dari aliran Banjaran.
Pada waktu itu digariskan dengan tegas dasar yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua murid-muridnya, yaitu:
Pada waktu itu digariskan dengan tegas dasar yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh semua murid-muridnya, yaitu:
- Cikauman/Pencak Kauman, berlandaskan Al Islam dan berjiwa ajaran KH.Ahmad Dahlan, membina pencak silat yang berwatak serta berkripadian Indonesia, bersih dari sesat dan sirik.
- Mengabdikan perguruan untuk perjuangan agama serta bangsa dan negara.
- Sikap mental dan gerak langkah anak murid harus merupakan tindak-tanduk Kesucian.
Dalam literatur Pencak Silat, perkembangan pencak silat di Indonesia sangat dipengaruhi dua hal:
- Geografis: berupa dataran tinggi, dataran rendah, dan pantai.
Masing-masing memiliki karakter yang khas, salah satunya dalam hal kuda-kuda.
- Aliran Bangsawan:
- Tertutup, tidak mudah berasimilasi, bertahan kepada kemurniannya.
- Daya gunanya pada seni pencak silat
- Disiplin.
Aliran Rakyat:
- Terbuka, mudah berasimilasi, cenderung berbaur dan tidak murni.
- Daya guna pada bela diri.
- Tidak disiplin.
Kalau dilihat pada aliran Cikauman, dua definisi tersebut kurang cocok sepenuhnya, karena sifat Cikauman adalah:
- Tertutup, akan tetapi mudah berasimilasi.
- Tidak disiplin, tetapi patriotik.
- Daya guna sama kuat antara seni dan bela diri.
Hal
ini dapat dimaklumi karena dalam masa perkembangan aliran
Banjaran-Kauman sejak awal hingga seterusnya, aliran ini senantiasa
berinteraksi dan berdampingan dengan aliran-aliran pencak lainnya yang
ada, baik aliran rakyat maupun aliran bangsawan.
Perguruan
Cikauman (Kauman-Banjaran), dipimpin langsung oleh Pendekar Besar M.
Wahib dan Pendekar Besar A. Dimyati. Murid angkatan pertama adalah M.
Djuraimi (Mbah Djur) dan M. Syamsuddin. Kehandalan M. Syamsuddin
terletak pada permainan sabetan kaki dan tangan. Hal ini ditunjang oleh
postur tubuh M. Syamsuddin yang kekar, karena selain gemar pencak M.
Syamsuddin juga seorang pemain sepak bola yang handal.
Setelah
dinyatakan lulus dari Perguruan Cikauman, M. Syamsuddin diizinkan untuk
menerima murid dan selanjutnya mendirikan Perguruan SERANOMAN.
Seranoman
Perguruan Seranoman melahirkan seorang Pendekar bernama M. Zahid, anak murid Seranoman yang berotak cemerlang dan berkemampuan tinggi, serta pergaulannya luas. Kehandalan M. Zahid bertumpu pada ketajaman gerak. Selain itu beliau berhasil mengembangkan dari 5 menjadi 8 Kembangan, dan berhasil merancang pengajaran keilmuan sehingga keilmuan pencak mudah untuk dimassalkan. Namun sayangnya beliau berpulang ke Rahmatullah sehingga belum sempat mendirikan perguruan baru. Sekalipun begitu M. Zahid sempat melahirkan seorang murid berbakat, yaitu Moh. Barie Irsyad. Selanjutnya Moh. Barie Irsjad dibina langsung oleh A. Dimyati dan M. Wahib.
Perguruan Seranoman melahirkan seorang Pendekar bernama M. Zahid, anak murid Seranoman yang berotak cemerlang dan berkemampuan tinggi, serta pergaulannya luas. Kehandalan M. Zahid bertumpu pada ketajaman gerak. Selain itu beliau berhasil mengembangkan dari 5 menjadi 8 Kembangan, dan berhasil merancang pengajaran keilmuan sehingga keilmuan pencak mudah untuk dimassalkan. Namun sayangnya beliau berpulang ke Rahmatullah sehingga belum sempat mendirikan perguruan baru. Sekalipun begitu M. Zahid sempat melahirkan seorang murid berbakat, yaitu Moh. Barie Irsyad. Selanjutnya Moh. Barie Irsjad dibina langsung oleh A. Dimyati dan M. Wahib.
Pada
perkembangan selanjutnya Moh. Barie Irsyad diarahkan untuk menghadapi
aliran-aliran hitam. Puncaknya adalah tantangan adu kaweruh melawan
aliran hitam dengan taruhan siapa yang kalah harus pergi (terusir) dari
Kauman. Di bawah kesaksian Pemuda Muhammadiyah ranting Kauman, pada
suatu malam -- tepatnya tengah malam, bertempat di pelataran Mesjid Gede
Kauman, Yogyakarta,
berlangsunglah pertarungan tersebut. Atas izin Allah SWT, seluruh murid
menyaksikan bahwa yang bathil tidak akan dapat mengalahkan yang haq.
Moh. Barie Irsyad berhasil melumpuhkan ilmu sihir dari aliran hitam.
Pada
waktu di bai'at Pendekar Moh. Barie Irsyad berhasil mempertanggung
jawabkan 11 Kembangan. Lalu Pendekar Moh. Barrie Irsyad, sebagai murid
angkatan ke-6 yang telah dinyatakan lulus dalam menjalani penggemblengan
oleh Pendekar M. Zahid, M. Syamsuddin, M. Wahib dan A. Dimyati,
kemudian diberi restu untuk menerima murid. Moh. Barie Irsyad kemudian
mendirikan Perguruan KASEGU.
Kasegu
Nama Kasegu diambil dari Segu atau Kasegu, yaitu senjata khas yang berlafadz "MUHAMMAD", diciptakan oleh Pendekar Moh. Barrie Irsyad. Selanjutnya Segu menjadi senjata khas Perguruan TAPAK SUCI. Kasegu juga bermakna "KAuman SErba GUna". Pada selanjutnya ada orang yang menyebutnya sebagai Kasegu Badai Selatan (mengingat operasionalnya berpusat di bagian selatan Kauman).
Selanjutnya, dalam angkatan ketujuh ini tercatat antara lain:
- Murid Cikauman (murid langsung Pendekar M. Wahib): Achmad Djakfar, Moh. Dalhar Suwardi, M. Slamet.
- Murid Seranoman (murid langsung Pendekar M. Syamsuddin):M. Zundar Wiesman dan Anis Susanto.
- Murid Kasegu (murid langsung Pendekar Moh.Barie Irsyad): Irfan Hadjam, M. Djakfal Kusuma, M. Sobri Ahmad, dan M. Rustam Djundab.
Murid
angkatan ketujuh ini mulai berlatih di tahun 1957, biasanya empat kali
seminggu mulai pukul delapan (ba'da Isya) sampai mendekati Shubuh.
Lahirnya TAPAK SUCI
Atas desakan murid-murid kepada Pendekar Moh. Barie Irsyad, muncullah gagasan untuk mendirikan satu perguruan yang mengabungkan perguruan yang sejalur (Cikauman, Seranoman dan Kasegu). Namun untuk mencapai itu mestilah melalui jalan yang tidak mudah. Karena pengertian kelahiran perguruan yang baru kelak bukanlah merupakan suatu aliran yang baru melainkan tetap berakar dari aliran Cikauman (Banjaran-Kauman), apalagi mengingat Pendekar Moh.Barie Irsjad berada pada generasi ke-6 dalam silsilah, maka perlu dilakukan silaturahim dengan para sesepuh. Maka pembuktian demi pembuktian senantiasa dilakukan dalam berbagai pertemuan keilmuan, sekaligus untuk memantapkan perumusan keilmuan yang akan diturunkan. Dalam setiap pertemuan keilmuan senantiasa dilakukan pembuktian demi pembuktian, yang melibatkan para sesepuh aliran.
Atas desakan murid-murid kepada Pendekar Moh. Barie Irsyad, muncullah gagasan untuk mendirikan satu perguruan yang mengabungkan perguruan yang sejalur (Cikauman, Seranoman dan Kasegu). Namun untuk mencapai itu mestilah melalui jalan yang tidak mudah. Karena pengertian kelahiran perguruan yang baru kelak bukanlah merupakan suatu aliran yang baru melainkan tetap berakar dari aliran Cikauman (Banjaran-Kauman), apalagi mengingat Pendekar Moh.Barie Irsjad berada pada generasi ke-6 dalam silsilah, maka perlu dilakukan silaturahim dengan para sesepuh. Maka pembuktian demi pembuktian senantiasa dilakukan dalam berbagai pertemuan keilmuan, sekaligus untuk memantapkan perumusan keilmuan yang akan diturunkan. Dalam setiap pertemuan keilmuan senantiasa dilakukan pembuktian demi pembuktian, yang melibatkan para sesepuh aliran.
Sudah
takdir Ilahi ketika Pendekar Moh.Barie Irsyad selesai menampilkan JURUS
HARIMAU, Pendekar M.Wahib menyatakan puas dan pembuktian dinilai telah
cukup. Selanjutnya Pendekar A.Dimyati memberikan pesan dan petunjuk:
"Kalau ketemu aliran pencak silat apapun, nilailah kekuatannya."
Kelihatannya sangat sederhana, akan tetapi sikap ini adalah sangat
kontradiktif dengan sifat jago pencak pada umumnya yang tidak mau
melihat kelebihan orang lain dan selalu merasa dirinya yang terbaik dan
terkuat. Sikap mental Pendekar A.Dimyati ini selanjutnya menjadi dasar
sikap mental Pendekar-pendekar TAPAK SUCI.
Ujian
lainnya yang harus dihadapi memang cukup beragam. Salah satunya adalah
penilaian bahwa pengembang atau pun pendiri dalam silsilah aliran ini
tidak berasal dari darah biru (ningrat), apalagi para penggagas TAPAK
SUCI hanya kalangan rakyat biasa. Akan tetapi dalam hal ini kemudian
dinyatakan bahwa TAPAK SUCI bukan milik dan gerakan Kampung Kauman,
bahkan ketika itu dinyatakan bahwa TAPAK SUCI adalah gerakan dunia.
Dalam
proses pendirian TAPAK SUCI ini juga tidak lepas dari dukungan dan
restu yang datang dari para pendekar, ulama dan aktifis Muhammadiyah,
dengan harapan kelak perguruan pencak yang terorganisir ini dapat
menjadi wadah pengkaderan dan wadah silaturahim para ahli pencak di
lingkungan Muhammadiyah. Sekalipun ujan demi ujian harus dilalui
Maka berbagai perangkat organisasi pun disiapkan sedemikian rupa, antara lain:- Nama Perguruan dirumuskan dengan mengambil dasar dari ajaran Perguruan Kauman, maka ditetapkan nama TAPAK SUCI.
- Tata tertib upacara disusun oleh Moh. Barie Irsyad.
- Doa dan Ikrar disusun oleh H. Djarnawi Hadikusuma.
- Lambang Perguruan diciptakan oleh M. Fahmie Ishom.
- Lambang Anggota diciptakan oleh Suharto Sujak.
- Lambang Tim Inti Kosegu dibuat oleh Ajib Hamzah.
- Bentuk dan warna pakaian ditentukan oleh M. Zundar Wiesman dan Anis Susanto.
Kemudian,
atas izin dan restu Allah SWT telah menjadi suatu kenyataan sejarah
bahwa pada tanggal 31 Juli 1963 di Kauman, Yogyakarta, TAPAK SUCI telah
ditakdirkan untuk lahir dan berkembang di seluruh Nusantara dan kelak
meluas ke mancanegara, untuk menjadi pelopor pengembangan pencak silat
yang methodis dan dinamis.
Semuanya
ini berkat kebesaran jiwa para Pendekar pendahulu (sesepuh) yang mampu
memandang jauh ke depan. Tapak Suci adalah amanat dari Pendekar-pendekar
Cikauman (Kauman-Banjaran) kepada generasi penerus bangsa untuk
dipelihara, dibina, dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya.
Pada waktu lahirnya Tapak Suci, telah digariskan bahwa:- Tapak Suci berjiwa ajaran KH. Ahmad Dahlan
- Keilmuan Tapak Suci bersifat Methodis dan Dinamis
- Keilmuan Tapak Suci bersih dari syirik dan menyesatkan
Tahun-tahun 1960-an kita ketahui bahwa gerakan komunis di Indonesia telah semakin menjadi-jadi di seluruh pelosok negeri. Mereka mengintimidasi kaum Muslim dan menggerogoti kesatuan Bangsa. Hal ini terjadi juga di Kauman. Tak sedikit anak-anak Kauman yang diganggu, sekalipun Kauman sudah menjadi perkampungan Muslim. Maka kehadiran Tapak Suci memberi rasa aman bagi kaum Muslim di situ. Masa-masa awal ini adalah masa-masa perlawanan terhadap gerakan Komunis yang terampil dalam mengintimidasi, menfitnah, dan merusak.
Saat
itu konsentrasi beladiri Tapak Suci di arahkan untuk menghadapi gerakan
komunis. Gerakan anti komunis inipun akhirnya diikuti oleh
kelompok-kelompok pemuda yang membentuk sel-sel (kelompok) tersendiri di
kampung-kampung lain dalam rangka menggerogoti kekuatan komunis,
seperti Benteng Melati di Kampung Kadipaten, Perkasa di Kampung
Suronatan, termasuk M. Djuraimi kelak membentuk perguruan Eka Sejati di
Kampung Karangkajen, yang seolah sebagai sel dari gerakan di Kauman.
Namun
kiranya sepak terjang pemuda-pemuda Tapak Suci kelak ternyata
diharapkan di daerah-daerah lainnya, apalagi jika daerah itu merupakan
kampung umat Muhammadiyah. Beberapa wilayah mengajukan permintaan untuk
dibuka latihan Tapak Suci. Selain itu Tapak Suci juga tersebar karena
dibawa oleh aktifis perguruan yang berkelana atau merantau keluar
daerah. Maka hal inilah yang kelak mendorong lahirnya Tapak Suci di
daerah-daerah.
Seiring
dengan tersebarnya Tapak Suci ke daerah, maka masuklah beberapa ahli
pencak yang berada di lingkungan Muhammadiyah ke dalam Tapak Suci. Hal
ini tentu semakin menyemarakkan gegap gempita Tapak Suci dari sisi
organisasi dan keilmuan. Perguruan Tapak Suci yang awalnya hanya di Yogyakarta akhirnya berkembang keluar Yogyakarta dan masuk ke daerah-daerah lainnya.
Setelah
meletusnya pemberontakan G30 S/PKI, Tapak Suci kembali ke sarang dan
berkonsetrasi kembali pada organisasi. Di tahun 1966 diselenggarakan
Konferensi Nasional I Tapak Suci yang dihadiri oleh para utusan
Perguruan Tapak Suci yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Pada saat itulah berhasil dirumuskan pemantapan organisasi secara
nasional, dan Perguruan Tapak Suci dikembangkan lagi namanya menjadi
Gerakan dan Lembaga Perguruan Seni Beladiri Indonesia Tapak Suci Putera
Muhammadiyah. Kemudian pada Sidang Tanwir Muhammadiyah di tahun 1967,
Tapak Suci Putera Muhammadiyah ditetapkan menjadi organisasi otonom
ke-11 di lingkungan Muhammadiyah.
Prestasi olahraga dan seni
Dalam
Kejuaraan Nasional I Tapak Suci tahun 1967 di Jember, pertandingan
Pencak Silat Tapak Suci dilaksanakan dengan pertarungan bebas. Hal ini
bercermin dari tradisi perguruan sejak dulu dalam melakukan sabung
(pertarungan) yaitu dengan menggunakan full-body contact, yang mana
setiap anggota tubuh adalah sasaran sah untuk diserang, kecuali mata dan
kemaluan. Namun ternyata sistem pertarungan seperti itu tidak dapat
diterapkan dalam pertandingan olahraga karena dapat mengakibatkan
cidera, cacat permanen, bahkan kematian. Maka seiring dengan itu pula
maka pasca Kejurnas I di Jember tahun 1967 itu sistem pertandingan
olahraga Tapak Suci terus mengalami penyempurnaan demi penyempurnaan,
sekalipun hingga beberapa dasawarsa ke depan kemudian, sistem
pertandingan olahraga Tapak Suci tetap tidak menggunakan pelindung badan
(body-protector), dengan pengertian bahwa "pelindung badan" pesilat
Tapak Suci adalah keilmuan dan ketangkasan si pesilat. Pada Kejurnas I
di Jember itu pun sudah diperlombakan pencak silat seni, yang mana yang
dilombakan adalah Kerapihan Teknik Permainan.
Ketika
Tapak Suci memantapkan diri dalam gerakan olahraga dan seni, keilmuan
Tapak Suci ditampilkan melalui 4 aspek; mental-spiritual, olahraga,
seni, dan beladiri. Adapun ilmu pengebalan tubuh ataupun anggota tubuh
berupa alat penyasar, mulai ditinggalkan. Hal ini mengingat adanya
anjuran dari Majelis Tarjih Pimpinan Pusat Muhammadiyah agar ilmu
tersebut disimpan, kalau toh itu ilmu yan haq, akan tetapi dikhawatirkan
dapat menjadi satu kesombongan.
Perguruan Historis IPSI
Pada
masa-masa perkembangan Perguruan Tapak Suci yang telah merambah ke
persada nusantara, maka dipandang perlu bagi Perguruan Tapak Suci untuk
mencari induk organisasi pencak silat. Pada waktu itu sekurang-kurangnya
ada tiga organisasi yang menamakan diri sebagai induk organisasi pencak
silat Indonesia, yaitu: PPSI yang digerakkan dari Bandung, IPSI yang
digerakkan dari Jakarta, dan BAPENSI yang digerakkan dari Yogyakarta,
yang masing-masing mencari kekuatan pendukung.
Melalui
Rapat Kerja Nasional yang dilaksanakan pada tanggal 19 s.d 20 April
1967 di Pekalongan, disamping memutuskan dan mengesahkan Anggaran Rumah
Tangga, Tapak Suci berketetapan hati memilih Ikatan Pencak Silat Seluruh
Indonesia (sekarang Ikatan Pencak Silat Indonesia) sebagai induk
organisasi pencak silat. Untuk itu Tapak Suci didaftarkan kepada PB.
IPSI dan langsung diterima menjadi anggota nasional. Kelak kemudian
Tapak Suci didudukkan sebagai salah satu dari 10 Perguruan Historis
IPSI, mengingat peran Tapak Suci yang menunjang tegak berdirinya PB.
IPSI yang kala itu kondisinya sedang kritis.
Kiprah Tapak Suci
Maka
kelak kiranya Tapak Suci menjalankan tugas dan peran yang tidak mudah.
Di satu sisi Tapak Suci adalah organisasi dakwah yang berinduk ke
Muhammadiyah. Di sisi lain Tapak Suci adalah organisasi pencak silat
dengan induknya IPSI. Pada dimensi lainnya, Tapak Suci adalah sebuah
ilmu beladiri, namun juga merupakan gerakan olahraga dan seni. Hal ini
menuntut organisasi dan keilmuan dapat seiring sejalan. Kelak itulah
mengapa Sabuk yang terurai pada pesilat Tapak Suci, harus sama panjang
di kedua sisi dan tepat jatuhnya di tengah, tidak lebih panjang di satu
sisi saja.
sumber : http://www.tapaksuci-cabang01sepanjang.page.tl/Sejarah.htm